Kamis, 23 Agustus 2012

Mengampuni Tidak Sama Dengan Melupakan


Saya seorang mahasiswi semester 7, berasal dari keluarga Katolik, dibaptis sejak masih bayi. Kehidupan rohani saya berjalan biasa – biasa saja, seperti setiap minggu datang ke Gereja buat merayakan Ekaristi, berdoa rutin setiap hari... tetapi hanya “begitu – begitu saja”. Mungkin kehidupan rohani saya boleh dibilang lebih ‘terasa’ pada saat saya SD, SMP, dan SMU. Karena waktu sekolah masih ada pelajaran agama dan pendalaman iman yang meskipun terkadang membuat saya bosan, tetapi pelajaran agama dan pendalaman iman yang diberikan oleh Suster, Frater, dan Katekis membuat saya merasa tetap dekat pada Tuhan. 

Hingga masa kuliah, tanpa saya sadari sebenarnya perlahan – lahan tapi pasti, hati dan iman saya menjadi kering. Saya masih tetap ke Gereja setiap minggunya, masih selalu menyertakan doa di dalam kehidupan sehari – hari namun semuanya itu terasa sebagai suatu rutinitas yang hambar. Ditambah lagi, selain sibuk, juga terjadi beberapa peristiwa yang lumayan berat di dalam hidup saya, yang tidak pernah saya alami sebelumnya. Peristiwa – peristiwa itu sempat membuat saya nelangsa, sedih, marah bahkan menaruh dendam terhadap beberapa orang yang telah menyakiti hati saya, termasuk orang yang sangat saya cintai, Mama…

Walaupun peristiwa itu telah lama berlalu, dan dalam hati saya telah mengatakan, “Aku sudah memaafkan Mama.” tetapi saya dapat merasakan bahwa jauh dalam hati, terkadang muncul perasaan marah, tidak terima, dan tidak suka terhadap segala hal yang dilakukan Mama, meskipun saya sadari bahwa semua yang dilakukan Mama adalah tanda cinta kasih yang tulus seorang ibu kepada anaknya. Saat itu saya hanya bisa bertanya : Ada apa dengan diriku? Kenapa saya selalu memandang sinis terhadap segala sesuatu yang dilakukan Mama buat saya? Namun pada saat itu saya menganggap mungkin itu hanya karena suasana hati saya yang baru tidak enak.

Saya mengakui, mengampuni adalah suatu hal yang paling sulit saya lakukan semenjak kecil dan sikap itu terbawa hingga dewasa. Belum puas rasanya hati ini kalau belum membalas ucapan atau perkataan orang yang menyakiti hati saya. Dengan tenangnya saya bisa memelihara ‘dendam’ sampai bertahun – tahun lamanya. Bahkan saya sanggup berjanji dalam hati, sampai matipun saya tidak akan mengampuni orang yang membuat saya sangat sakit hati. Padahal setiap kali dalam perayaan Ekaristi, saya pun ikut menyanyi ‘Tuhan Kasihanilah’ dan mengucapkan doa mohon ampun atas segala dosa – dosa yang telah saya lakukan. Namun ternyata sikap saya itu benar-benar bukan merupakan cermin Anak Allah yang penuh dengan kasih dan pengampunan. Mungkin karena saya kurang menghayati dan mengimani apa yang saya ucapkan dalam perayaan Ekaristi, semuanya saya anggap hanya sekedar formalitas sebuah upacara Gereja saja.

Namun Tuhan sungguh mengasihi saya. Saya mengenal seorang teman, saudara kita yang beragama Kristen, yang memberikan pengaruh yang luar biasa positif kepada saya, terutama dalam hal iman. Dengan cara yang unik pula saya perlahan-lahan bisa mengenal pribadinya yang membuat saya ingin meneladan sikap hidup dan imannya di dalam Tuhan. Sampai sekarang saya sangat bersyukur bahwa Tuhan telah mengatur hidup saya sedemikian rupa, Ia telah mengirim salah seorang hamba-Nya yang setia untuk mengingatkan dan membawa saya kembali dekat kepada-Nya… Terima kasih Tuhan…

Pada suatu hari, kami akan bepergian jauh. Entah kenapa pada saat itu saya lebih memilih naik motor daripada mobil. Padahal saat itu masih pagi, pukul 05.30, udaranya sangat dingin lagi pula saya baru saja sembuh dari demam tinggi, tentu saja akan lebih baik jika kami naik mobil. Tetapi ada suatu dorongan kuat dalam hati saya untuk naik motor saja. Boleh dibilang saat itu saya agak nekat, karena jika orang tua saya tahu, pasti dalam keadaan baru saja sembuh dari sakit, saya pasti tidak akan diperbolehkan naik motor. Tetapi saya tetap mengikuti dorongan hati itu dan sangat percaya bahwa saya akan aman dan baik-baik saja bersamanya, dan tentu saja percaya juga bahwa Tuhan pasti akan melindungi kami selama di perjalanan.

Ketika akan pulang dari bepergian, ban sepeda motor yang kami tumpangi kempes! Tetapi Puji Tuhan, saat ban itu kempes, kamu berada tepat di depan sebuah bengkel! Betapa kebetulan? Saya benar-benar merasa bahwa semua ini adalah rencana-Nya. Sebetulnya pada saat itu kami sedang terburu-buru, saya ada kuliah pada pukul 09.00 sedangkan dia harus mengikuti seminar pada jam yang sama. Tapi akhirnya kami menunggu ban sepeda motornya ditambal. Setelah ngobrol ‘ngalor ngidul’, tetapi entah darimana, tiba-tiba saya bertanya kepadanya, “Apa yang bagimu sulit untuk dilakukan?”. “Maksudnya?” “Yah, seperti aku, kalau aku sih terus terang paling sulit mengampuni orang.”

Kemudian dia berkata kenapa saya tidak bersedia mengampuni kesalahan orang yang telah menyakiti hati saya padahal saya dan orang itu sama – sama terbuat dari ‘daging’. Karena Tuhan saja mau mengampuni umat manusia, Dia Yang Maha segalanya bersedia mengampuni dan menerima kembali kita, orang – orang yang berdosa. Dan jika kita tidak mau mengampuni dosa sesama, bagaimana bisa dosa – dosa kita sendiri akan diampuni oleh Tuhan?

Selain itu dia mengambil salah satu ayat lain dalam Alkitab ( pada saat itu tidak disebutkan ayat apa karena dia lupa ) ketika salah satu murid Yesus bertanya kepada-Nya, “Tuhan berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa kepadaku? Tujuh kali?” Yesus menjawab, “ Bukan tujuh kali melainkan tujuh puluh kali tujuh kali.” Selama ini terus terang saya tidak pernah membaca Alkitab kecuali membacanya pada teks Ekaristi di Gereja setiap minggu. Alkitab di rumah saya hanya sebagai pajangan, terletak rapi di atas rak lemari. Jadi ketika dia mengutip 2 ayat itu, saya hanya berusaha mendengarkan dan memahami dalam hati saya. Akhirnya setelah bannya selesai ditambal, kami pulang.

Sorenya, saya pergi ke Gereja untuk merayakan Ekaristi. Hari itu hari Sabtu, saya biasa ke Gereja setiap Malam Minggu. Segalanya berjalan seperti biasa namun pada saat bacaan kedua dibacakan, saya terpana. Bagaimana tidak! Bacaan yang saya dengarkan ini adalah nasehat yang diberikan oleh teman saya tadi siang di bengkel..

“…Ampunilah kesalahan kepada sesama orang, niscaya dosa-dosamupun akan dihapus juga, jika engkau berdoa. Bagaimana gerangan orang dapat memohon penyembuhan pada Tuhan, jika ia menyimpan amarah kepada sesama manusia? Bolehkah ia berdoa karena dosa-dosanya, kalau tidak menaruh belas kasihan terhadap seorang manusia yang sama dengannya? Meskipun ia hanya daging belaka, namun ia menaruh dendam kesumat, siapa gerangan akan memulihkan dosa-dosanya?\" ( Sirakh 27:30, 28:1-5 ) Ketika itu saya benar – benar kaget. Terlebih lagi ketika pada Injil dibacakan oleh Romo karena Injil yang saya dengar sore itu adalah ayat kedua yang dikutip oleh teman saya pada siangnya.

“…Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” ( Matius 18:21-22 ).

Selama Injil dibacakan tidak henti-hentinya saya memohon pengampunan kepada Tuhan atas sikap-sikap saya selama ini dalam hati. Betapa sombongnya saya selama ini! Siapakah saya ini, tidak mau memberi pengampunan kepada sesama karena Tuhan sendiri saja mau memberikan pengampunan kepada umat-Nya. Terlebih lagi tema homili pada Ekaristi sore itu tentang “Mengampuni tidak sama dengan melupakan”. Melalui homili itu saya jadi paham, apa yang selama ini ternyata bukanlah mengampuni dengan tulus, namun hanyalah keinginan untuk melupakan rasa sakit hati yang saya rasakan. Itulah kenapa hati saya tidak pernah merasa damai karena saya tidak bisa mengampuni dan mengasihi orang lain dengan tulus. Baru sekali itu saya sungguh merasa Tuhan menegur saya secara langsung.

Saya benar-benar merasa bahwa Tuhan sungguh ingin saya sadar atas sikap saya yang salah selama ini, Dia telah mengatur semuanya. Dari dorongan hati saya untuk naik motor daripada mobil, kemudian ban motor yang kempes, juga teguran-Nya melalui teman saya bahkan juga melalui bacaan Alkitab dalam Ekaristi serta homili yang diberikan oleh Romo. Hari itu, 14 September 2002 benar-benar menjadi Hari Pengampunan bagi saya. Hari itu merupakan permulaan bagi saya untuk dengan tulus belajar memberikan pengampunan kepada sesama, sekaligus memohon pengampunan Tuhan atas sikap saya selama ini. Sungguh, Tuhan bekerja dalam cara yang tidak pernah saya duga sebelumnya. Namun saya sungguh percaya, apa yang Dia perbuat dalam hidup saya adalah yang terbaik bagi saya... Terpujilah Dia!

Malamnya, sewaktu pulang dari Ekaristi, saya melakukan hal yang tidak pernah saya lakukan sepanjang hidup. Saya mengambil Alkitab di atas rak lemari. Alkitab itu benar-benar berdebu dan kotor. Setelah saya bersihkan, saya membuka ayat-ayat yang saya dengar tadi, dan memberinya stabilo. Kemudian timbul kerinduan hati saya untuk membaca ayat-ayat yang lain, saya sungguh ingin mendengar bisikan Tuhan, saya tidak mau menjauh lagi dari Dia. Hingga hari ini, saya terus menerus rindu ingin mendengarkan Tuhan melalui firman-Nya, saya ingin tahu apa yang menjadi kehendak-Nya dan menuruti kehendak-Nya itu seperti yang tertulis dalam Alkitab.

Terima kasih Tuhan, sekarang saya sudah bisa memaafkan Mama sepenuhnya.. Saya sudah bisa lagi kembali mencintai Mama seperti dulu. Kini saya juga sudah bisa menyapa dan berbicara lagi terhadap seseorang yang bertahun – tahun tidak saya pernah pedulikan dan tidak pernah saya ajak berbicara karena hati saya pernah disakiti olehnya. Juga belajar berjiwa besar untuk minta maaf kepada orang-orang yang hatinya pernah saya sakiti. Sungguh, kini hati saya sekarang benar-benar merasa sangat damai dan hidup terasa jauh lebih ringan dan indah. Selain itu, tidak henti-hentinya pula saya memohon kepada Tuhan agar diberi kekuatan untuk bisa mengasihi dan mengampuni sesama seperti teladan yang Dia berikan, mengasihi dan mengampuni kita semua…

Inilah pengalaman iman saya. Semoga bisa lebih menguatkan iman para pembaca lainnya. God Bless All of Us...

Shaloom,


Maria Angelie Esperantistina Hartoyo
Email: angelie@indosat.net.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar